“Kemenangan Koalisi Partai Dalam Pilwali Mojokerto Tahun 2013”
A.
Pendahuluan
Kecenderungan yang sering muncul dalam
pemilihan kepala daerah atau pemilihan walikota secara langsung adalah
terbentuknya koalisi antar partai politik untuk mengusung kandidat. Landasan terjadinya
koalisi biasanya disebabkan oleh faktor teknis dimana terdapat partai yang
tidak mampu memenuhi syarat untuk dapat mengajukan kandidatnya sendiri.
Sebagaimana Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 telah mensyaratkan bahwa partai
politik yang hendak mengajukan calon, minimal harus mempunyai 15% suara atau
kursi di DPRD. Syarat ini membuat banyak partai melakukan koalisi,yang mana
koalisi tersebut dibangun berdasarkan atas landasan untuk menggalang dukungan
dari partai agar dapat memenangkan kandidat yang akan diusung. Melakukan
koalisi dengan banyak partai, diharapkan sumber dukungan terhadap calon
kandidat akan semakin besar.
Alasan penulis mengangakat judul “ Kemenangan Koalisi Partai Dalam Pilwali
Mojokerto Tahun 2013” karena di dalam pelaksanaan pemilihan walikota
Mojokerto tahun 2013 terdapat suatu fenomena menarik yang mampu menyita
perhatian penulis untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai hal tersebut.
Pemilihan Walikota Mojokerto pada tahun 2013 diikuti oleh enam pasangan calon
walikota dan wakil walikota. Dan dari keenam pasangan calon tersebut, empat
pasangan calon diusung melalui partai politik sedangkan dua lainnya melalui
jalur perseorangan atau independent. Fenomena menarik tersebut terletak pada
pasangan calon nomor urut tiga (3) yaitu Mas’ud
Yunus dan Suyitno. Dikatakan menarik karena calon tersebut maju dengan diusung
oleh koalisi besar yang terdiri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) dengan kelima partai lainnya yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
Partai Keadilan Sejahtera (PKS),Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU),
Partai Bulan Bintang (PBB),dan Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA).
Koalisi ini dapat dikatakan sebagai koalisi penuh warna, karena partai politik
nasionalis berkoalisi dengan partai Islam.
Kendati untuk kepentingan jangka pendek
koalisi tersebut terlihat berhasil dengan dibuktikan oleh kemenangan mutlak dari
pasangan incumbent calon walikota dan wakil walikota Mojokerto. Padahal seharusnya
koalisi yang terbangun adalah koalisi yang permanen, yaitu koalisi yang
terbangun dari adanya nilai-nilai bersama, tujuan politik yang sama dengan
adanya konsensus dan kontrak politik untuk mempertahankan koalisi. Bukanlah
koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut
kekuasaan.
B.
Teori
Koalisi Partai Politik
Teori koalisi partai politik telah lama
berkembang di negara-negara Eropa khususnya dan negara-negara dengan sistem
parlementer pada umumnya. Dalam sistem pemerintahan presidensil yang
multipartai, koalisi adalah suatu keniscayaan untuk membentuk pemerintahan yang
kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah membentuk pemerintahan yang kuat (strong
government), mandiri (autonomous), dan tahan lama (durable).[1] Sebagaimana
yang dikatakan Muller dalam kutipan Jurnal yang ditulis oleh Arthur Lupia dan
Kaare Storm yang berjudul “Coalition Governance Theory: Bargaining, Electoral
Connections, and the Shadow of the Future” yang mana disitu dikatakan bahwa Theory of Coalition politics builds from the
premise that parliaments are deliberately organize to recognize and reinforce a
central role for political parties (Muller:2000) . (Teori Koalisi Politik
dibangun atas dasar pikiran bahwa parlemen bebas mengatur untuk mengetahui dan
memperkuat peran pusat dalam partai politik.) [2]
Hingga detik ini, koalisi antara partai
politik tidak ada yang ideal, tidak ada satu pun koalisi yan digalang para elit
yang menghasilkan paduan yang kuat, mandiri, dan tahan lama. Namun seringkali
koalisi yang dibangun membingungkan. Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan
ideologi menjadi faktor yang menyulitkan. Secara teoritis, koalisi partai hanya
akan berjalin bila dibangun di atas landasan pemikiran yang realistis dan
layak.[3]
Varian koalisi di Indonesia memang tidak
terbangun berdasarkan landasan yang kuat. Dalam teori, koalisi partai politik
hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang realistis dan rasional
yang dapat dilakukan kedua pihak. Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai
pertemanan akan tetapi harus dibangun dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi
tidak terlepas dari adanya kepentingan elit dibelakangnya. Kepentingan elit
yang bermain dalam menemukan arah koalisi ini menyebabkan terkadang tidak dapat
dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen). Jadi suatu koalisi harus menyusun
strategi yang sesuai dengan aktivitas para aktor dan partner koalisi. Di sini
suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi dalam menghadapi
aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan adanya rekan
(partner), lawan (adversaries) dan strategi. Koalisi partai politik
tidakdidasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material (misalnya uang)
melainkan tujuan-tujuan yang bersifat politis.
Tokoh politik pada membicarakan koalisi
pada umumnya adalah dalam rangka merebut kekuasaan, baik pada tingkatan
legislatif maupun eksekutif. Pembentukan koalisi partai politik akan lebih
banyak memberikan manfaat bagi perkembangan demokrasi dan terhadap efektivitas
kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi pencapaian tujuan bersama, yang
berarti semakin kita dapat mengagregasikan dukungan, antara lain dalam bentuk
koalisi “permanen” yang tidak oportunitis akan semakin besar kemungkinan untuk
mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam memajukan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Ø Sumber Daya Koalisi
Studi paling klasik tentang koalisi
menempatkan besaran kekuatan partai (size of party power) sebagai sumber daya
penentu terbentuknya koalisi partai. Pada perspektif ini, distribusi asimetrik
sumberdaya diantara partai-partai akan melahirkan hasil yang berbeda. Theodore
Caplow dalam “A Theory Coalition in Triad” (1956) membuat simulasi kemungkinan
koalisi dari tiga kekuatan (triad) yang berbeda. Kemungkinan koalisi dari triad
dibangun atas sejumlah asumsi berikut: [4]
1)
Anggota triad mungkin
berbeda kekuatannya. Anggota yang lebih kuat dapat mengontrol anggota yang
lebih lemah, dan akan berusaha melakukannya,
2)
Setiap anggota triad
mencari kontrol atas anggota yang lain. Kontrol atas dua yang lain lebih
disukai daripada mengontrol satu lainnya. Kontrol atas satu yang lain dapat
dipilih daripada tidak ada yang dikontrol.
3)
Kekuatan adalah
bertambah. Kekuatan koalisi adalah setara dengan jumlah kekuatan dari dua
anggota.
4)
Formasi koalisi
berlangsung dalam situasi triadik, dengan demikian ada suatu kondisi prakoalisi
disetiap triad. Setiap upaya yang dilakukan oleh anggota yang lebih kuat untuk
memaksa anggota yang lebih lemah kedalam penggabungan koalisi yang tidak
menguntungkan akan memprovokasi pembentukan koalisi yang menguntungkan untuk
menentang paksaan.
Ø Motif Koalisi
Jumlah
partai mempengaruhi tujuan koalisi dan masing-masing aktor koalisi memiliki
tujuan khusus. Dalam sistem dua partai berkoalisi merupakan pengecualian.
Koalisi dalam sistem dua partai biasanya terkait dengan situasi
internal/eksternal yang membahayakan atau ketika dua partai tersebut menginginkan
hal yang sama. Kemungkinan lain terjadinya koalisi dalam sistem dua partai
adalah menyangkut koalisi tidak diperlukan ketika ada satu partai yang memiliki
suara mayoritas mutlak. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus partai pemenang
lebih memilih berkoalisi dengan lainnya untuk membagi tanggung jawab kekuasaan,
sebab koalisi dalam sistem multipartai memperkuat posisi partai di parlemen.
Koalisi berfungsi memaksimalkan keuntungan, memaksimalkan satu hal,beberapa
aktor menganggap kemenangan lebih berarti dari lainnya, dan ketika situasi
tidak menguntungkan ia keluar.
Tabel 1.
Model-Model
Teori Koalisi[5]
Teori Koalisi Buta
Kebijakan
|
Teori Koalisi
Berbasis Kebijakan
|
·
Menekankan prinsip
ukuran atau jumlah kursi
·
Minimal winning
coalition (Wiliam Riker)
·
Asumsi partai
bertujuan “office seeking” (memaksimalkan kekuasaan)
·
Loyalitas peserta
koalisi sulit dijamin
·
Sulit diprediksi,
juga range ukuran jumlah partai sangat beragam
|
·
Menekankan kesamaan
dalam preferensi kebijakan
·
Minimal connected
coalitions (Rober Axelred)
·
Asumsi partai
bertujuan “policy seeking” (mewujudkan kebijakan sesuai kepentingan partai)
·
Loyalitas peserta
koalisi secara minimal diikat oleh kesamaan tujuan kebijakan
·
Koalisi sangat gemuk
dengan melibatkan partai-partai yang tidak perlu agar tujuan kebijakan
mendapat dukungan mayoritas
|
Sumber : Wardani (2007)
seperti dikutip Romli (2009)
Sementara itu pendekatan orientasi
kebijakan mengasumsikan bahwa partai sangat menaruh perhatian terhadap
kebijakan apapun rasionalitasnya, dan kemudian mengambil posisi programatik
partai dalam satu atau lebih dimensi kebijakan sebagai bahan pertimbangan untuk
koalisi. Dalam pendekatan orientasi kekuasaan, atau dikenal dengan istilah
teori buta terhadap kebijakan ( policy-blind theory) pemain kunci dalam permainan
koalisi adalah pemain dominan, yaitu satu yang termasuk dalam pemenangan
koalisi daripada partai lain dalam parlemen. Pemain dominan itu adalah partai
terkuat dalam parlemen.
C.
Koalisi
dalam PILWALI Mojokerto
Pelaksanaan pemilihan walikota dan wakil
walikota Mojokerto dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2013. Dari para calon
yang mengikuti proses pemilihan walikota dan wakil walikota membutuhkan
kendaraan politik yaitu organisasi politik yang disebut partai politik yang
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembuat kebijakan dalam
pemerintahan dan melakukan langkah politik dalam proses kampanye pada pemilihan
umum untuk kepentingan dukungan bagi para kandidat di dalam menempati jabatan
publik baik partai politik atau koalisi partai politik yang bergabung dengan
partai politik lainnya, karena mekanisme pemilihan walikota dan wakil walikota
harus melalui pencalonan dari partai politik atau koalisi partai politik.
Peraturan
mekanisme pemilihan walikota dan wakil walikota (pilwali) di dalam proses
penyelenggaraan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang sesuai dengan
pasal 59 ayat (1) dan ayat (2), dan didalam undang-undang pemerintah daerah
mensyaratkan bahwa peserta pilwali diusulkan secara berpasangan oleh partai
politik atau gabungan dari beberapa partai politik. Sedangkan partai politik
atau gabungan partai politik tersebut harus memiliki minimal 15% dari jumlah
kursi DPRD tersebut dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota
DPRD yang bersangkutan.
Peta politik kekuatan parpol besar seperti
PDIP di Jawa timur memang bisa dibilang merata. Parpol lama seperti PDIP
menjadi parpol pengusung utama dan parpol
yang paling banyak mengegolkan pasangan calon kepala daerah (calon walikota ) menjadi
kepala daerah (walikota). Sekadar diketahui, pengusung di sini artinya partai
tersebut sejak awal memang sudah memberikan dukungan kepada calon. Sedangkan
pendukung merupakan partai yang menyusul kemudian memberikan dukungan karena
beberapa faktor, seperti calonnya ikut maju. Berdasarkan data rekapitulasi
Pilkada se-Jawa Timur 2010-2011 yang dikeluarkan KPU Jatim, Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) terbukti masih menjadi kendaraan politik yang “ampuh” bagi pasangan
calon kepala daerah (walikota). Masih
berdasarkan data tersebut, PDIP cukup diperhitungkan karena di Jatim sistem
pengkaderannya bagus. Ketua DPD PDIP Jatim Sirmadji Tjondropragolo, mengatakan:
“Dari 11 Pilkada yang ditarget menang, 9
di antaranya adalah kabupaten dan kota yang saat ini dipimpin kepala daerah
yang diusung PDI Perjuangan.Untuk diketahui 9 daerah itu adalah Kabupaten
Magetan, Nganjuk, Jombang, Tulungagung, dan Kabupaten Pasuruan, Kota Malang,
Kota Probolinggo, Kota Mojokerto, dan Kota Batu”. [6]
Ada enam kandidat pasangan calon walikota
dan wakil walikota Mojokerto. Dari keenam pasangan calon ada salah satu
pasangan incumbent yang memiliki peluang besar dalam memenangkan pilwali yaitu
pasangan nomor urut tiga, Mas’Ud Yunus dan Suyitno. Kedua pasangan tersebut
diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berkoalisi
dengan lima partai lain. Jika dibandingkan dengan pasangan yang lainnya tentu
saja pasangan ini dapat dengan mudah mendapatkan perolehan suara yang banyak
karena sudah jelas terlihat bahwa ketika seorang calon walikota di Jawa Timur
yang diusung melalui PDIP kemungkinan besar dapat memenangkan pemilihan
walikota. Sementara pasangan calon yang lain hanya diusung tidak lebih dari
tiga partai saja bahkan ada dua pasangan yang melalui jalur independen. Dari
tingkat penguasaan tentu partai PDIP yang lebih banyak menguasai karena
Walikota sebelumnya “Abdul Gani “ merupakan walikota sekaligus kader PDIP di
kota Mojokerto, secara tidak langsung pasti beliau akan membantu menyukseskan
calon yang diusung PDIP tersebut.
Selain itu juga Mas’Ud Yunus dan Suyitno
merupakan pasangan incumbent yang sebelumnya menjabat sebagai wakil walikota
Mojokerto dan sekretaris daerah Kota Mojokerto ini secara gamblang menyatakan
kesiapannya untuk melanjutkan program-program buah kerja keras Walikota Abdul
Gani Suhartono yang sudah berjalan dengan baik. Jadi wajar ketika masyarakat
Kota Mojokerto tersebut masih memberikan kepercayaan kepada pasangan calon
tersebut untuk melanjutkan dan meningkatkan program-program baik dari Abdul
Gani.
Data KPU Kota Mojokerto menyebutkan, DPT
setelah perubahan, tercatat 93.737 suara yang akan diperebutkan enam pasangan
calon walikota dan wawalikota dalam running Pilwali di kota kecil dengan dua
kecamatan ini. Terdapat 220 TPS yang tersebar di dua kecamatan. Di Kecamatan Prajurit
kulon dipasang 97 TPS dan 123 TPS di Kecamatan Magersari.
Pasangan Mas'ud Yunus dan Suyitno sementara unggul dalam hitung
cepat (quick count) Lembaga Survei Suprimasi (Survei Prima Mandiri Indonesia).
Pasangan incumbent nomor urut 3 ini mengungguli lima paslon lainnya. Dari 100
persen total suara , paslon berakronim MY ini meraup 48,49 % suara. Sementara
paslon Ayub Busono Listyawan - Mulyadi (ABDI) menempati posisi runner up dengan
38,25% suara. Empat paslon lainnya harus puas dengan perolehan suara dibawah 6
%.
Sebelumnya, enam pasangan calon (paslon)
walikota dan wakil walikota Mojokerto yang memiliki hak suara memilih mencoblos
paling awal, sekitar pukul 7:30 WIB. Para kandidat menuju TPS bersama istri dan
keluarganya serta didampingi sejumlah tim pemenangan. Meski demikian, dalam
Pilwali langsung kedua kalinya dalam sejarah Kota Mojokerto ini, dari enam
paslon, satu calon walikota (cawali) dan tiga wakil walikota (cawawali) tidak
memiliki hak pilih dalam Pilwali karena tidak masuk DPT wilayah Kota Mojokerto.
Cawali Ayub Busono Listiawan merupakan warga Kecamatan Mojosari Kabupaten
Mojokerto, Cawawali Risdy Harintoko warga Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto,Cawawali Suyanto warga Kecamatan Kemlagi Kabupaten Gedeg, dan Warsito
warga Kabupaten Malang.
Sementara lima cawali dan tiga cawawali
lainnya menggunakan hak pilihnya di TPS dimana mereka terdaftar sebagai
pemilih. Cawali Achmad Rusyad Manfaluti mencoblos di TPS 10 Kelurahan
Kedundung, Kecamatan Magersari. Cawali Drajat Stariaji mencoblos di TPS 10
Kelurahan Mentikan, Kecamatan Prajurit Kulon. Cawali Mas'ud Yunus di TPS 6
Kelurahan Surodinawan, Kecamatan Prajurit Kulon. Cawali Iwan Sulistyo di TPS 9
Kelurahan Meri, Kecamatan Magersari. Cawali Hendro Suwono di TPS Kelurahan
Sentanan, Kecamatan Prajurit Kulon. Cawawali Suyitno di TPS 22 Kelurahan
Kedundung Kecamatan Magersari. Cawawali Edy Suhartono di TPS Kelurahan
Balongsari, Kecamatan Magersari dan cawawali Mulyadi di TPS 8 Kelurahan Meri,
Kecamatan Magersari. Sementara itu, warga Kota Mojokerto yang terdaftar dalam DPT masih berkesempatan menggunakan hak
pilihnya di ratusan TPS yang tersebar di dua kecamatan hingga pukul 13:00 WIB.
Dari 220 TPS yang tersebar kami
mengambil masing-masing satu kelurahan di dua kecamatan sebagai sampel untuk
menunjukkan keunggulan dari pasangan calon. Berikut tabel yang dapat kami
sajikan:
Tabel 2.
No
Urut
|
Pasangan
Calon
|
Lokasi
Pemilihan
|
|
Kecamatan
Prajurit Kulon
|
Kecamatan
Magersari
|
||
TPS
6 Surodinawan
|
TPS
5 Balongsari
|
||
1
|
Achmad Rusyad
Manfaluti-Risdy Harintoko (MANFAATI)
|
18 suara
|
19 suara
|
2
|
Drajat
Stariadji-Yanto (DY)
|
1 suara
|
3 suara
|
3
|
Mas’ud Yunus dan
Suyitno (MY)
|
261
suara
|
163
suara
|
4
|
Iwan Sulistyo-Edy
Hartono (IED)
|
8 suara
|
3 suara
|
5
|
Ayub Busono dan
Mulyadi (ABDI)
|
80 suara
|
191
suara
|
6
|
Hendro Suwono-Warsito
(NOTO)
|
6 suara
|
23 suara
|
Sumber : KPU Kota
Mojokerto 2013
Berdasarkan
data dari masing-masing TPS yang kami jadikan sebagai sampel tersebut ternyata
pasangan Mas’ud Yunus dan Suyitno (MY) menang di Kecamatan Prajurit Kulon. Sedangkan
di Kecamatan Magersari pasangan Ayub Busono dan Mulyadi (ABDI) lebih
mendominasi.
Untuk
mengetahui jumlah total keseluruhan perolehan suara dari masing-masing calon,
kami akan menjelaskan dalam bentuk tabel. Dimana tabel tersebut berisikan
tentang pasangan calon dalam pilwali Mojokerto tahun 2013 berdasarkan nomor
urut, partai politik yang mendukung, serta perolehan hasil suara dari KPU Kota
Mojokerto . Berikut tabel yang dapat kami sajikan :
Tabel
3.
No
Urut
|
Pasangan
Calon dalam Pilwali 2013
|
Partai
Politik Pendukung
|
Perolehan
Suara
|
|
Jumlah
|
Prosentase
|
|||
1
|
Achmad Rusyad
Manfaluti-Risdy Harintoko (MANFAATI)
|
PKB,PKPI dan PPRN
|
3.686 suara
|
5,06%
|
2
|
Drajat
Stariadji-Yanto (DY)
|
Independent
|
1.571 suara
|
2,16 %
|
3
|
Mas’ud Yunus dan
Suyitno (MY)
|
Diusung PDIP dan
didukung lima partai politik, diantaranya PPP, PKS, PKNU, PBB serta Gerindra
|
35.089 suara
|
48,17 %.
|
4
|
Iwan Sulistyo-Edy
Hartono (IED)
|
Independent
|
1.125 suara
|
1,54 %
|
5
|
Ayub Busono dan
Mulyadi (ABDI)
|
DEMOKRAT DAN PAN
|
27.878 suara
|
38,17 %
|
6
|
Hendro Suwono-Warsito
(NOTO)
|
Golkar dan HANURA
|
3.493 suara
|
4,80 %
|
Sumber : KPU Kota Mojokerto 2013
Dari
tabel diatas dapat diketahui bahwa pasangan calon yang diusung oleh PDIP yang
berkoalisi dengan lima partai politik seperti PPP, PKS, PKNU, PBB, dan Gerindra
mampu mendapatkan suara terbanyak. Dua partai besar di level nasional seperti
PDIP dan DEMOKRAT yang berkoalisi dengan partai lain mampu menyumbangkan suara
yang bisa dibilang sangat banyak kepada masing-masing kandidat yang diusung
karena di pemerintahan pusat sendiri mereka sudah mempunyai nama. Meskipun koalisi
DEMOKRAT dengan PAN yang mengusung calon nomor 5 pada akhirnya kalah dengan
PDIP yang berkoalisi dengan PPP, PKS, PKNU, PBB serta Gerindra yang mengusung
calon nomor 3. Berdasarkan hasil perhitungan KPU Kota Mojokerto bahwa partai
yang mendukung Mas’ud dan Yitno (MY) seperti PDIP, PPP, PKS, PKNU, PBB serta
Gerindra memperoleh suara sebesar 35.089 suara atau 48,17 %. Jumlah ini lebih
besar dibandingkan jumlah suara pada pasangan Ayub dan Mulyadi (ABDI) sebesar
27.878 suara (38,17 %).
D.
Catatan
Akhir
Pemilihan
Walikota sebagai proses demokratisasi sejatinya harus mampu menampung seluruh
aspirasi rakyatnya ini juga diselenggarakan di Kota Mojokerto. Dengan diikuti 6
pasangan calon, pilwali ini mendapat cukup antusiasme dari masyarakat Mojokerto
yang dibuktikan dengan banyaknya masyarakat kota Mojokerto yang menggunakan hak
pilihnya sebanyak 81,40 % dari jumlah keseluruhan pemilih yang mencapai 93.737 dalam
pilwali. Koalisi partai dalam pilihan walikota dapat dilihat dari keempat calon
yang diusung melalui partai politik pengusung utama dan partai politik
pendukung. Pilwali tersebut diikuti pasangan incumbent oleh mantan wakil
walikota yakni Mas’ud Yunus dan mantan Sekertaris Daerah Kota Mojokerto yakni
Suyitno. Mas'ud Yunus yang juga
merupakan seorang Kyai yang berlatarbelakang dari ormas terbesar di Jawa Timur
yaitu Nahdatul Ulama (NU) dalam orasi politiknya banyak mengingatkan masyarakat
untuk tak lupa mencoblos nomor urut tiga dalam pilwali tanggal 29 Agustus 2013.
"Ada
Pilgub dan Pilwali. Bapak-bapak, ibu-ibu datang ke TPS, coblos nomor 3. Kenapa
coblos MY karena MY sudah membantu Pak Gani membangun Kota Mojokerto. Banyak
pretasi yang sudah diraih Kota Mojokerto," ajaknya.[7]
Pasangan
Mas’ud dan Yitno tidak mau memberi janji muluk-muluk kepada masyarakat Kota
Mojokerto karena MY akan memberikan bukti konkrit pelaksanaan visi misinya
sewaktu kampanye. Program-program yang diberikan oleh MY adalah program yang
diwariskan oleh Abdul Gani selaku Walikota sebelumnya. Beberapa program yang
sudah berjalan baik itu meliputi : Rakyat berobat ke puskesmas di Kota
Mojokerto gratis cukup dengan menunjukkan KTP, pendidikan juga maju pesat. Tak hanya itu, Juru kampanye (jurkam) Nasional
yang ikut berorasi politik, jurkam lokal dari lima partai politik pendukung MY
juga ikut menyerukan dukungan kepada MY. Salah satunya, Rikha Mustofa, Ketua
DPC PPP Kota Mojokerto. Anggota DPRD Kota Mojokerto ini menjawab sindiran
tentang tentang sosok kyai atau ulama yang tak pantas memimpin pemerintahan. "Siapa bilang kyai tidak bisa memimpin
pemerintahan. Buktinya nabi muhamad adalah pemimpin hebat bagi semua umat,"
ujar Rikha. Banyaknya dukungan dari berbagai pihak membuat pasangan nomor urut
3 ini pada akhirnya dapat memenangkan kursi dalam ajang pemilihan walikota
Mojokerto tahun 2013.
DAFTAR
PUSTAKA
Bambang Irawan, Saherimiko, Asmadi. KOALISI PARTAI
DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DAN PARTAI DEMOKRAT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH
KALIMANTAN BARAT TAHUN 2012 (Studi Kasus Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat
Tahun 2012. Program Studi Ilmu Politik Magister
Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Universitas
Tanjungpura,Pontianak
Kampanye
Perdana, MY Siap Lanjutkan Program Gani http://www.satujurnal.com/2013/08/kampanye-perdana-my-siap-lanjutkan.html Diakses pada 14 november 2013 pukul 06:36 WIB
KPU:Mas'ud
Yunus-Suyitno Walikota Mojokerto Terpilih http://www.satujurnal.com/2013/09/kpu-masud-yunus-suyitno-walikota.html Diakses pada 14 November 2013 pada pukul
06:00 WIB
Lupia, Arthur and Kaare Storm.2003.Journal Coalition Governance Theory
Bargaining,Electoral Connections, and the Shadow of the Future.University
of Michingan and University of California,San Diego.USA
Pamungkas,Sigit.2011.
Partai Politik “ Teori dan Praktik di
Indonesia”.Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism
PDIP-Golkar
Ketat, PD Tak Bertaring (http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=de40a4eeb132b3038134587373bd0bdd&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c Diakses pada 19 november 2013
Utomo,Galih Satria. Relasi Kekuatan-Kekuatan Politik Lokal Dalam
Pemenangan Pilkada di Mojokerto. Ilmu Politik FISIP, Universitas Airlangga,
Surabaya
[1] Bambang Cipto.Partai, Kekuasaan
dan Militerisme.Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 22
[2] Lupia,Arthur and Kaare Storm.2003. Journal
Coalition
Governance Theory: Bargaining,Electoral Connections, and the Shadow of the
Future.University of Michingan and University of California,San Diego.USA
[3] Bambang Cipto. Ibid.,hal. 22
[4] Pamungkas,Sigit.2011.Partai
Politik “ Teori dan Praktik di Indonesia”.Yogyakarta: Institute for
Democracy and Welfarism. Hal 78
[5] Pamungkas,Sigit. Ibid, Hal 85
[6] PDIP-Golkar Ketat, PD Tak
Bertaring (http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=de40a4eeb132b3038134587373bd0bdd&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c
diakses pada 19 november 2013)
[7] Kampanye Perdana, MY Siap
Lanjutkan Program Gani http://www.satujurnal.com/2013/08/kampanye-perdana-my-siap-lanjutkan.html
Diakses pada 14 november 2013 pukul 06:36 WIB
Comments
Post a Comment