Governance With(out) Government, Apakah sebuah dilema?


Sebelum membahas Dilema Governance Tanpa Government, alangkah baiknya kita memahami definisi dari Pemerintah, Pemerintahan, dan Kepemerintahan terlebih dahulu. Hal ini perlu untuk diketahui karena ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.  Pemerintah merupakan lembaga yang memiliki fungsi untuk memerintah dan mengelola administrasi pemerintahan. Sementara Pemerintahan lebih menggambarkan sebuah pola hubungan antara elemen yang ada dalam menciptakan kesepakatan bersama. Sedangkan Kepemerintahan merupakan sebuah wujud dari terbentuknya pemerintahan.

Sumber: Marjon's Students' Union

Sekitar tahun 1990, bahasan tentang Governance baik dalam maupun luar negeri difokuskan pada sistem non-hierarkis kerjasama dan keterlibatan aktor non-state dalam formulasi dan implementasi kebijakan publik. Partisipasi aktor non-state dalam pembuatan kebijakan publik dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik dan efektivitas implementasinya, mengingat pembuatan  peraturan dapat membawa keahlian dan kepentingan mereka. Tata kelola pemerintahan yang baru merupakan sebuah alternatif dari pemerintahan traditional (top down), serta pendekatan perintah dan kontrol dari kemudi hierarkis pemerintah.
Berdasarkan hasil temuan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) termasuk Uni Eropa dan Eropa Timur menunjukkan bahwa “governance with(out) government” kemungkinan besar akan efektif jika negara yang kuat tampak di latar belakang yang memastikan bahwa aktor-aktor non-state dalam berkontribusi pada penyediaan barang kolektif. “Bayangan hierarki” seperti itu memberikan insentif penting bagi pemerintah dan aktor non-state untuk terlibat dalam pembuatan peraturan dan ketentuan layanan non-hierarki.

Akan tetapi jika konsolidasi suatu negara termasuk prasyarat bagi pemerintahan efektif tanpa pemerintah, maka akan menghasilkan sebuah dilema. Di satu sisi, kurang jelas mengapa aktor non-state harus berkontribusi dalam pemerintahan ketika negara yang kuat bisa menyalurkan potensinya. Di sisi lain, jika sebuah negara terlalu lemah, governance with(out) government merupakan semua yang dibutuhkan dalam pembuatan kebijakan publik, tapi tidak mungkin efektif dalam situasi ini.

Terdapat sebuah persamaan fungsional dengan bayangan hierarki yang dilemparkan oleh negara yang kuat. Pertama, aktor-aktor eksternal seperti organisasi internasional atau negara dapat menggantikan bayangan hierarki yang kurang dalam “bidang-bidang kenegaraan yang terbatas”. Kedua, norma sosial masyarakat lokal, nasional, atau internasional sering menciptakan logika kepantasan yang kuat sehingga reputasi aktor non-negara dipertaruhkan dalam kontribusi tata kelola pemerintahan. Dengan demikian, kami dapat menyimpulkan bahwa governance with(out) government dapat bekerja tanpa adanya bayangan hierarki yang kuat.

Lantas seberapa legitimate-kah pemerintahan tanpa pemerintah dalam kondisi seperti ini? Literatur tata kelola telah menawarkan bentuk tata kelola "baru" sebagai solusi untuk masalah legitimasi yang disebabkan oleh kegagalan pemerintah. Dengan melibatkan aktor-aktor non-negara dalam penyediaan barang kolektif tidak hanya memungkinkan memanfaatkan sumber daya kognitif dan keuangan mereka tetapi juga membantu memastikan implementasi yang efektif. Semakin banyak aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan, semakin besar kemungkinan mereka untuk menerima hasil kebijakan untuk diimplementasikan meskipun kepentingan mereka mungkin belum diakomodasikan sepenuhnya. Dengan kata lain, semakin banyak berbagai pemangku kepentingan terlibat dalam pengambilan keputusan, seharusnya tata kelola pemerintahan juga semakin terlegitimasi.

Sumber:
Borzel, A. Tanza & Thomas R, 2015, Governance Without Government – Can it Work? Journal Regulation & Governance (2010) 4, 113–134 https://www.researchgate.net/publication/228159850

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW TEORI MODERNIS

Review Swiss Paris Lotion (SPL)

REVIEW BEDAK PADAT MARCKS- Marcks Teens Compact Powder