Malu Aku Bertemu Pagi
Genap enam bulan sudah aku dinyatakan lulus dari salah satu kampus terfavorit di daerahku. Menjadi lulusan pertama dengan predikat cumlaude merupakan kebanggaan bagiku dan keluargaku. Enam bulan yang lalu, banyak hadiah dan ucapan selamat yang kudapatkan dari sahabat dan teman-teman terdekatku. Bahagia? Ya...kuakui memang sangat bahagia saat dimana aku bisa melihat orang tuaku tersenyum lepas dengan penuh rasa bangga.
Lulus kuliah 3,5 tahun dengan IPK yang tinggi adalah harapan terbesarku sewaktu pertama kali masuk perguruan tinggi negeri. Bayangan akan indahnya masa-masa selepas kelulusan pun sirna hari demi hari. Hingga tak terasa kini sudah enam bulan lamanya aku hidup diambang tekanan dan ketidakpastian. Orang tua selalu bertanya kapan aku akan bekerja karena teman-temanku yang baru lulus telah mendapat pekerjaan di perusahaan-perusahaan besar dengan gaji yang cukup tinggi. Sejujurnya aku memang sengaja tidak mencari pekerjaan setelah wisuda karena aku ingin mencari beasiswa untuk studi S2 ke luar negeri. Dari awal aku tahu bahwa mencari beasiswa bukanlah hal yang mudah. Persiapanku untuk mendaftar beasiswa telah kulakukan jauh-jauh hari sebelum aku lulus kuliah. Pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya tak pernah menjadi penghalang bagiku untuk mewujudkan cita-citaku. Hari-hari setelah kelulusan aku gunakan untuk berburu informasi dan memenuhi persyaratan beasiswa yang masih kurang. Hingga aku terbuai tidak membuat rencana kedua jika aku gagal mendapatkan beasiswa.
Tepat tiga bulan setelah yudisium, aku mendapat kabar baik yang terkirim ke surat elektronik milikku. Lagi-lagi kebahagiaan masih berpihak kepadaku. Aku dinyatakan lolos seleksi administrasi dan mendapat undangan untuk seleksi substansi beasiswa ke Luar Negeri. Namun takdir berkata lain, sebulan setelah masa seleksi aku mendapatkan pengumuman bahwa aku Tidak Lolos Seleksi Substansi. Semacam tak percaya hingga kubuka berkali-kali surat elektronikku berharap aku salah membaca isi pesan tersebut. Tapi apalah daya ternyata memang benar adanya bahwa aku Tidak Lolos. Kucoba menahan air mata yang sudah tak terbendung lagi karena aku tidak ingin memberikan kabar buruk kepada orang tuaku. Aku beranikan diri untuk mengirim pesan singkat kepada orang tuaku dirumah.
“Ibu, kakak ngga lolos seleksi.”
Seketika itu juga ibuku langsung menelpon dan menyuruhku untuk membaca ulang pengumumannya. Aku tahu perasaan ibuku sangat terpukul pada saat itu. Tapi aku tetap berusaha meyakinkan ibu bahwa ini belum rezekiku untuk melanjutkan S2 ke luar negeri pada tahun ini. Aku bukanlah seorang yang mudah menyerah. Aku tidak ingin meratapi kegagalanku mendapatkan beasiswa. Semua sudah berlalu dan aku harus bangkit karena hidup masih terus berjalan.
Terpaksa kupendam sementara cita-citaku belajar di Luar negeri. Kuubah semua rencana yang telah kubuat saat sebelum aku mengalami kegagalan. Yahh...kini aku fokus untuk mencari pekerjaan. Bukan karena aku putus asa, aku hanya ingin realistis saja. Jika aku fokus mencari beasiswa lagi, berarti aku akan menghabiskan waktu satu tahun lagi untuk mempersiapkan semua persyaratannya yang memang tidak bisa diselesaikan dalam hitungan bulan. Ada salah satu kawan yang pernah berkata,” lebih baik kamu perbaiki portofoliomu dulu, perbanyak pengalaman sebelum mendaftar beasiswa lagi.” Aku pun langsung mencari informasi lowongan pekerjaan dan aktif mengikuti jobfair di beberapa kota yang dekat dengan kampungku. Pernah sekali mendapat panggilan psikotest di salah satu Bank syariah tapi akhirnya gagal lagi. Hingga berkali-kali aku mengikuti jobfair namun tetap tidak ada panggilan hingga bulan-bulan berikutnya. Lelah dan putus asa terkadang selalu membayangi pikiranku. Ini bukanlah rencana hidup yang aku mau, Ini adalah rencana Tuhan yang mungkin akan menjadi rencana yang terbaik untuk masa depanku. Aku mencoba ikhlas, Aku terus menjalani hari-hari yang sangat membosankan ini.
Aku malu pada pagi, Pagi selalu datang memberikan semangat pada jiwa-jiwa yang rapuh tapi tidak pada diriku. Aku malu saat banyak orang yang mulai bertanya mengapa aku masih saja dirumah. Teman-temanku sudah bekerja,menikah, bahan sudah ada yang beranak dua. Lantas kenapa aku masih diam diri dirumah? Ingin sekali rasanya aku menutup telingaku dari omongan yang sangat tidak mengenakkan itu. Tapi apalah daya, mereka tidak pernah tau perjuanganku selama ini.
Kini aku jatuh cinta pada malam yang hening dan penuh ketenangan. Bagiku malam adalah saat yang paling menentramkan karena aku tidak lagi bertemu orang. Malam penuh kebahagiaan karena mimpi selalu datang membawakan cerita indah yang tidak sekejam kenyantaan.
Comments
Post a Comment